4.09.2010

#kutulis satu (biar ini sampai kepada entah atau..)


berangkat dari kekalahan kita ingin menarik nafas untuk tumbuh mencari jalan pulang
kembali kedalam air susu ibu yang sesungguhnya adalah mata-mata tuhan
melihat kedahagaan menuju surga dalam selang waktu membentang
bersemedi anakmu dalam kulit arinya, menjadikan berpilu-pilu nada panjang menahan.

sepulang dari rantau ia mengupas kulit bawang di bawah jendela rumah
sesekali terdengar matanya berdesakan terkatup merapat membuka membuncah
sesekali meringis bibirnya menyesak terkatup merapat membuka mendesah
sesekali itung lamunya meraung tertakatup merapat membuka menjadi

Gelisah

puasalah nak dari menangis, sampai beduk nasip diketukNya
kata ibu yang mewarna uban di kepala

petang tiba jerang tungku menyala seperti menjilat lapar yang sedang menahan di lidah
senja sampai didih tanak melambung-lambung keujung-ujung menjangkau perut menangkap lambung
akhirnya tiba jua engkau nan gelap

malam bertamu
ia berbuka tangis
nasi belum dikunyah ibupun tiada
Tuhan menghidang kasihNya

puasalah nak dari menangis, sampai beduk nasip diketukNya


medan/19 maret 2010
04.50 Wib
Bambang Saswanda Harahap

1 komentar:

abra el talattov mengatakan...

cukup menyentuh puisinya :)
segala jasa orangtua qt takkan pernah qt balas dg sepadan, walaupun gunung emas qt hadiahkan