6.18.2009

Pada satu masa, aku bersama usia

Tak kusangka sangkakala itu ditiup dijantung senja purnama
ada rintih dari asbak-asbak masaku yang tidak lagi bundar tidak lagi satu
pat kulipat timbun ubanku yang rekah berpecah belah
berkamuflase menjadi sebatang rapuh

..................

anak-anak itu berlari bersama derik jangkrik
memecah lumpur yang menggumpal dalam celah mata paku
ini magrib kata, ini magrib masa dan ini magribku
sementara aku mengeruh, dalam renung tercekik

mana bagian tubuh ini yang tak berTuhan
biar kutanggalkan kuberikan kepada anjing

Dalam kolam mata lelaki itu bulan menggenang

petikkan ibu jarimu
beritahu aku bulan yang kau genggam

teruntuk perempuan tak bernama
yang menyimpankan malam
turunlah...lalu caci maki kerinduan ini
hinggapi sesak dada yang sepi
: tancapkan sebilah lihat, dalam kolam mata lelaki yang darahnya itu mulai memutih

Tentang madu, kumbang dan bunga yang hanyut

1
Dalam dendam luka bibir bunga, ditingkah gemulai kepak sayapsayap yang teralun rindu, aku kelu, merafal mantra birahi yang singkap. Oh yang setaman, didihkan wangimu, sampai kita saling memuji digemetar waktu berikutnya, hingga aku khidmat mengeja bahwa yang ditunduk jemari daun itu adalah bungaku yang hijrah dimusim semi, lamunku sungguh..

2
Dan pun kini kau tiba, lekas beringsut dari deru-deru kota pagi ini, beserta geletar kelopak sayapmu, menindih aku berpeluh resah, mengajak maduku menari mendebur awan, lalu kau kan ku hujani kau dengan derasnya laksana batubatu yang terlumuti. atau lebih baik Kutunggu saja kau dipintu taman, mengarak barisan gairahmu. Tapi.... akh, sebabmusabab tiba-tiba kubenci.semula kutenang, lalu maduku asin, hanyut kelaut, kusut, lebih baik senggamahi aku di pantai mana kan terdampar.

3
Ini tipu detik yang menelikung tepitepi kelopakku, mengandung ribuan lelucon tentang asmara dan pertemuan, dalam kelaskelas angin di bibir semenanjung ini, kau dendangkan saja lonceng seribu tangisan pada hanyutku, niscaya akan lumpuh debur laut ini, menepikan ku segera. Tentang madu ini, sungguh, masih terjaga atas muslihat benci yang berdentum dalam bibir ajalku. Lebih untukmu, kusisakan manisan ratu, setelah ini kau setebuhi, jangan kau bermimpi menziarahi kuburku sepatahpun.
: ingat, gugurku saja tak bertabur kemboja.

aku dengar ditelaga itu suara perang, disaksikan tugu pahlawan yang dadanya berdarah

pecah mendesing
pelurupeluru timah dari bibir telaga
berlabuh di dada
lalu kaku jadi batu jadi tugu

ringih perdu musim hujan
menumpang lalu angin ke daratan
simak spasi aur yang saling bergesak
menyiratkan siulsiul sejuta nyanyian kematian

diantara semak ilalang hadir bunga-bunga
berbau darah dan mesiu
tercium sungguh, ditingkah berisiknya suara dentuman dan senapan
aku beranjak, meninggalkan telaga tragedi sambil menahan bulu kuduk yang semakin nakal

Doa kolam ikan

berpeluh resah diriku wahai ikan buruk dalam kolam tak terurus
tak ada bagian rezeki yang kudapatkan pagi ini
jangan harap akan ada gengam telapak tangan terbuka untukmu
menyelamlah, kais kebawah sana apakah bagian rezekiku yang tenggelam disana

lihat..!
ha..ha.. matanya melawan marah
melemparkan lumut, kotoran dan seluruh airnya yang tak bisa lagi tempat untukku bercermin
sekedar melihat apakah di wajahku ini masih ada lelah setelah semalaman berperang hujan

ikan buruk dalam kolam tergenang kumuh
jangan tatap aku, arahkan bola matamu pada pencipta
pintalah padaNya dengan ibadah dan ibamu
semoga saja doamu lebih laju, mendahului doaku yang sudah kehabisan akal

6.04.2009

Kusut Api

kita pernah rebah di sini
memperhatikan anakanak sungai
yang di dalamnya kita temukan kusut api
tentang peran lakon dan puisi

mengapa sedih itu menjadi air?
katamu menikam lekat mataku
sungguhkah kita dari tanah yang terpijak ini
lalu berlari bermain bersengketa berupa-rupa diatasnya

.........

kita tidak sepenuhnya tanah juga air
yang kuterima dari ibu semusim lalu
kita menari kawan
merunut kisah kusut api yang tenggelam dalam arus sungai

jika masanya tiba purnama terbelah
kutunggu kau disini bisikku di dinding telingamu
jangan kecoh lagi aku
dengan pertanyanmu tentang duka lara
: airmata biarlah airmata, huh.




Untuk Temanku: Mh Poetra
selamat jalan sob, hati-hati, jaga dirimu baik2..
semoga sukses,
nanti kita tambang lagi "kusut api"

Usai

Tahukah engkau wahai kekasih
aku tak mampu lagi menerka laju angin di matamu
aku tak mampu lagi menghitung lengang di hatimu
semburat senyum kusut, selalu menjerat temali jantungku hingga tak berdebar lagi saat menciummu

Kau giling aku wahai kekasih
sampai aku pecah dan terasing
kau mungkin tahu, jazirah mana lagi yang tak kusinggah
dan ini, sungguh menelantarkanku menjadi asing dan mengasing

Sekali pagi bersama deru angin
kau jenguk aku dalam keresahan
dengan mendung aku kau tegur
lalu kau cubit kau pukul kau tindih kau pijak kau matikan kau tamatkan kau bisikkan
: mungkin Tuhan kita berbeda, sehingga cinta kita tidak pernah sama sayang

Jibaku

bahasa ringkih searah duga
telan pahit lalu berjibaku, mambaca desisdesis dari dua katup belah bibir
auman ditutup putus menderu jua menapak jua menggadai jua
didih sak wasangka dalam api jerang darah debu marah kayu suak tabir
: gumul beradu maju, benar beradu padu, Tuhan Beradu Satu, kita lumut jadi batu

Asap tungku emak

enting gugus mayapada, cakra senja barat kuala, nyiur nan nyiyir, andalas reka pituah pepatah,aih... periuk duduk ditungku jauh, perih mata disini memerah, asap nasi menukik pula. Berupa-berupa menutur selera.

Mukaddimah

(Dengan Menyebut Nama Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyanyang)
semoga jangan
sajaksajak yang lahir dibumiNya ini
menjadi berhala baru dalam jalan lain penyembahan

penyair bukan jibril
yang Turun dengan jubah cahaya
lalu singgah ditengah manusia
membersihkan hati dengan zamzam hingga kudus,


Tuhan kami
sajak kami biasa
tak firman dan tak wahyu
tak ditulis dalam surga
tak bararti apaapa dihadapMu yang maha Indah
: ampunkan kami yang sempat terbawa

"Puting Susu"

Aku tak berada di puting susumu
tidak usah takut kau mencumbu
mari nestapa ini akan kita susun bersama
menjadi sayapsayap kedamaian menuju bulan
dan...
: PUncak marah atas TINGkahmu yang menyuSUn Kecewa, kini SUdahlah kutinggalkan lupa