2.21.2011

Musim

sakaw pada kemarau panjang telanjang.
candu pada hujan tanpa pakaian.
aku?
waras tak waras mewarnaimu.

Panggil Aku Timur

panggil aku timur
dari jarak yang kita rangkul di sepertiga tatapan malam yang kusam
aku tidak sedang berdalih apakah cinta harus punya sebab
yang aku tahu hujan mengajarkan
di genangan air bekas kakimu aku tak mungkin membasuh mukaku
karenamu. aku menjadi unggun kesadaran untuk habis
lenyap
lindap
dan
ah
o
.

Secangkir Teh

membaca hujan dan matahari yang merajuk
sepuluh tahun yang lalu saat cangkir teh yang kita sedu belum kusam
kau selalu katakan hidup dan bayang itu bertalian
disini. ditengah pelaminan anak-anak kita yang segera pergi
aku tahu : kau sedang menyeruput genangan sepi.
sendirian.

Aku Kunjungi Makammu

aku kunjungi makammu
aku dihasut kenangan
aku temui kenangan
aku timbul tenggelam
aku berlalu
beranjak dari namamu
aku pecah

kembali

barangkali sudah kodratnya, pertemuan tak sendiri
kenangan dan pergi. diam-diam membuntuti.
oh ayah..!!

Lemari Baju

aku kunjungi lagi halaman tanggal di atas lemari baju
tanggal dengan bulan yang berhenti
lemari lapuk tanpa pewangi
kutemukan gaun pengantin yang kacau
entah sudah berapa lama beralalu
dari kejadian
api yang tak sempat dijinakkan

Dik

sore itu tua yang menatih
menghantar penat ke puncak kepundan
menata hari kah kau disana
bersama ibu oh adikku.

aku disini sedang mengantar mimpi lapuk rumah
ke dalam beranda yang sudah kita sepakati dari awal
nyanyi burung dan kelakar angin di teras
kecapi air mata, atau sedu sedan yang menggigit
esok dan kelanjutan hari yang harus kita terka

Adalah Sepi

sepi itu serdadu
punya matapanah sendiri
dan begitupun
ah sudahlah..!!

Mabuk

mungkin aku terlalu blues.
berhadapan denganmu yang lebih country
: vodka dan wine akan satu meja, jika kau dan aku sama-sama mabuk.

Doa Tidur

karena tabir yang kau curi adalah mantra, penghilang dari segala sakit karena rindu terjepit. simsalabim. kupejam mataku berharap kau tak lagi iseng batuk dalam mimpiku. oh ya aku hampir saja lupa. tingkahmu begitu purba untuk kukenang, kau candi yang begitu rapi menyimpan kenangan, arca perasaaan yang rumit. awas kalau kau senyum lagi. karena kutahu dibalik pintu kau sedang tersipu mendengar aku membaca puisi

Kangen

aku cukup tua untuk kau sajikan kangen yang lama dan berat
aku tak kuat

Aku Ingin Berkaca

sekalimat sudah kulantaikan di tubuh malammu
kutahu kau anggur yang netek di guci mabukku.

kutimang lagi kau seperti parade perkusi dan tetabuh gamang yang malang
ingat kalendermu yang gundah,

bening kaca jendela telah menetaskan wajahmu yang hanyut
bergelayut pada rintik hujan

selamat datang kepada biji matamu
: aku ingin berkaca.

Semusim Detak

Sehabis Hujan Rumah Kita

Aku tidak memaksamu untuk menggematarkan bibir

sujud kepada angin yang tajam

yang harus kau tahu Kita adalah bagian yang terpasung

dari musim yang tak pernah kita pinta

lekaslah bangkit

banyak di jalanan cahaya matahari yang gratis

untuk kita tanak menunggu kiamat.



Semusim

Aku tak kenal musim semi

sebelum merasa bibirmu yang basah

kaulah yang ajarkan gerak kaku ini menjadi cerita

tentang cinta lembut penuh sambut

: kemudian ketika awan tak serupa warna, jarum meninggalkan pukul angka,

di atas pemakaman, kurayu engkau dengan doa.





Detak

Di dada siapa rindu itu menerjemah

pungutlah, aku ingin mendengar detaknya





(Medan, Oktober 2010/Bambang Saswanda Harahap