9.24.2008

DI PUISI TERAKHIR AKU PAMIT




Maafkan
Puisi ku luka
Tulisan ku nestapa
Aku perlahan berderak patah

Aku pamit
Dipesan terakhir
Entah kapan
Kembali

Mohon Maaf lahir bathin
Anggap
Aku mengucap ini di hari pertama
Saat takbir membuncah

Mungkin
Entah
aku berdamai dalam waktu

maafkan
aku pamit
pulang
entah
tak datang

betapa
pernah sejenak bahagia
dengan kalian
selamat tinggal




Medan, Malam-malam perenungan/03.01 Wib/…………….
………………………………………………………………
………………………………………………………………
????????,,,,,?

9.22.2008

Aneh.. Tiba-tiba Aku Memikirkan Negeri Ini (setelah dua jam yang lalu)

Gulungan yang merangkai sederatan buih
menjemput rerumputan kedinginan
tak seucap kata
hanya desiran-desiran berderak patah
bergejolak
lalu diam
lalu bergejolak lagi
secembung air dibibir perbukitan
laksana cermin langit dibumi
begitu padu
angin mengantar ia berkelana ke pesisir landai
anjing berpesta pora
menanjakkan kaki demi perut
ikan kecil itu juga tak mau kalah
berlompatan seperti kunang-kunang perak
menghindar berliuk sebelum diterkam
disini
bersama para sahabat
imaji liar membuncah
keindahan yang dinikmati dalam takjub yang begitu mendalam
diantara masa yang berputar
antara detik ke detik
dicekungan tanah
berisi air
mengedip pulau samosir
pada bentang danau toba
tiba-tiba aku merinding
membayangkan kekayaan negeri ini
sungguh berbanding terbalik
dengan sebuah kata kemakmuran.



(1 bulan yang lalu,di pinggir Danau Toba, ini tertulis, 02.07 Wib)

9.15.2008

Di batas terakhir aku harus memulai sunyi

Muntah darahpun aku tak akan bisa kembali
Cukup aku memujimu sampai mengapung di air mata
Berkali-kali menggilaipun tetap aku berdiri ditempat yang sama
Nyata Aku tidak akan pernah bisa
mencoba gelisahmu lagi

Biar kita garis jalan yang lain
Yang pada malam-malam sepi slalu kutabuh dengan iringan carut marutnya asa
Menghantamkan setiap arah yang menyongsongmu di pagi buta
Sadar tak kan pernah aku terjaga mendapati aroma tubuhmu

Di batas yang kita eja dalam gerak langkah yang diam-diam
Mengikuti angin
Menyisir lembar-lembar yang dulu slalu kutulisi dengan gerakmu,senyummu,tingkahmu
Bahkan ciuman yang smpai detik ini setengah mati aku terus tak mengingatnya lagi
Namun malam tetap tak akan bisa memungkiri.
Aku yang terjebak di kungkungan tanpa pilihan
Yang ada hanya jalan pergi
Tanpa bisa kembali
Sejenakpun.. itu tak kan pernah

Aku menuruti langkah
Yang seharusnya dipapah oleh arti dan mengerti mu

Aku menuruti kepiluan
Dalam simpang yang sangat berbeda arah

Aku menuruti hatiku
yang nyata tanpamu

pesan terakhir dalam lelahku
disecarik langit
perbedaan ini telah nyata begitu menyakiti


kisah seorang teman, "perbedaan"

9.12.2008

Sebelum tujuh menit sumpah serapah

Sore ini cinta menyumpahi ku

sumpah, tanpa kata..

seperti mencabik kearah terdalam yang ku punya

selalu, tanpa suara..

bahkan sampai hentakan trakhir

hingga tak mampu bernafas

hingga tak kuasa hanya sekedar menghela

hingga aku kaku

padahal menggapainya adalah arahku

seperti sinar di ujung lorong hitam

semakin ku tuju aku semakin ditampar

terlampau silau..

terlalu benar, berkasnya!

sampai di titik ini

aku terpaku,

tidak untuk berhenti

hanya mengambil ancang2 kembali..

mencuri sisa kekuatan

tuk menerobos pergi..


9.11.2008

ku setubuhi bayang-bayang hanya untuk menjadi aku

pencarian ku pada batas ini
mengisahkan hamparan-hamparan ditikam terik
menghunus-hunus dari balik punggungku
menarik-narik khuldi yang ditanam di leherku

pencarian ku pada batas ini
menjemah seluruh isi perut
memutus hubungan ke kelamin-kelamin
menampar-nampar janin di urat-urat malu

sampai ku pada batas ini
buah dada ku tak kunjung mekar
meliuk-liuk di singasana tanpa raja
menoreh lenguh-lenguh lembut dari mulut kasar

ku cumbui ambang batas
kugantung sepatu hak tinggi
kutinggalkan meja hias
satu..dua..tiga..
aku kembali pulang
seperti terlahirkan

ku rangkul malam
menambatkan sisa-sisa yang kusisihkan
pada sebatang pohon jambu
ku tegaskan
aku sabaruddin
bukan sabrina

Melodi Untuk Kekasih

untuk kekasih
aku hanya sisa kebahagian
dari sebagian bahagia yang telah pergi
aku adalah rentang waktu yang lirih
saat roda tak mampu beranjak keatas sepenuhnya
aku adalah luka yang terluka
kekasih ikuti melodi sendu ini
mari menari dalam dansa yang erat
dekap aku sampai alunan lirih ini berhenti
kekasih senyumlah sayang
aku punya sekeping cinta untuk sarapan kita
kekasih jangan takut sebentar lagi hujan reda
kan terbitlah mentari yang kita nanti
dari selasar jendela
kekasih memilih dan dipilih adalah pilihan
biarkan badai menghantam kita
tapi jangan lepas genggaman mu
karena perahu yang kukayuh dalam letih
adalah perahu terakhirku
salam dari kayakinanku untuk memilihmu dulu...
aku terperanjat
melihat ketegaranmu
murungmu yang begitu perih
adalah warna yang akan ku jadikan pelukis kanvasku
mari sayang tanam bunga mawar itu dalam taman hati kita
sampai mekar
sampai musim berganti
sampai perhelatan dimulai
sampai takkan ada lagi malam sepi
karena disisimu ada hati yang setia menjaga tidurmu
kan ada pengkabaran
jika masanya tiba
aku dan kau akan tersenyum malu-malu
melihat buah hati yang mirip alisnya sepertimu
dagunya mencuri daguku
untuk kekasihku jauhkan aku bermimpi
setidaknya aku telah berani berangan
sekalipun setapak-setapak selangkah-selangkah..
kekasihku jangan sedih ya sayang
kan ku carikan untukmu sebagian bahagiaku yang telah hilang
untuk mu kekasih kerapuhanku ku kisahkan
anganku kuceritakan
sedihku ku dendangkan
lirik-lirik pilu ku tuliskan
karena aku tahu melodi indah akan tercipta denganmu

9.06.2008

Izinkan Aku Mengeja Namamu Ayah

Kutulis ini dalam malam-malam yang entah berantah.. mengalir begitu saja.. namun rasa tetap mengemudi diantara belahan arus penuh riam curam,. Aku sadar permainan waktu ini penuh dengan kemisterian, hampir saja jika sepersekian detik aku terlambat,mungkin aku sudah jadi abu,tinggal kepulan asap.. seperti pembakaran yang baru disiram.
Kumulai ini dalam keletihan yang menggantung begitu berat.. membebani setiap langkah yang kususun..menuju apa yang selama ini kuyakini.. jika aku mencumbui misterinya mungkin aku sudah sampai, namun semuanya begitu nanar..masih terlalu kabur untuk ku eja..
Cinta membalut luka lama..hadir tanpa tanda..mendekap ku dalam hampa yang tak mampu kutafsirkan.. jelas.. ini bukan dramatisasi rasa.. tapi pengakuan hati yang selama ini kutahan dalam gejolak-gejolak yang semakin nakal, pertahanan ku porak poranda.. ingin sekali rasinya identitasi itu hadir kembali, seperti apa yang kulihat nyata didepan mataku.. mulai aku menindas diri..membiarkan kecengengan ku melakonkan peran yang tidak seharusnya dipentaskan.. kubiarkan ia menjalar kesuluruh organ tubuh ku.. sampai batas-batas yang jelas menjadi garis akhir dari sebuah perenungan.. ia mulai menembus dan merusak perasaanku.. padahal aku dulu pernah berjanji.. tidak akan mengembalikan apa yang harusnya aku lupakan dan tinggalkan.. yah.. lagi-lagi masa lalu menyentak dan meracuni setiap pori yang ada di tubuh.. sampai nafasku tersedak satu-satu.. dadaku bergemuruh.. menghitamkan pandanganku kearah rasio yang selama ini masih bisa kujadikan penunjuk arah.. memang.. mendadaka semuanya ku kembalikan pada tempat yang tidak tepat..bukan saatnya.. tapi jujur aku tidak bisa menahannya sekalipun sedetik untuk aku bisa berbenah dan menata diri..menyiapkan akal dan pikiran dalam menandai itu bukan jalan yang harus ku genggam..
Aku gamang.. imaji ku tumbuh subur dalam bentuk lain.. mengukur setiap ketahanan ku.. semakin gencar melawan aku semakin lunglai..
Hening sejenak.. aku luka.. membuncahkan sedih…kerapuhanku mengakui bahwa ternyata aku belum siap…
Disimpang jalan sebelum pulang.. adzan magrib berkumandang disudut gang kecil sebelah tempat tinggal ku… mengalun dalam nada-nada kebesaran pencipta.. berlomba-lomba dengan hiruk pikuk simpang lampu merah.. ada penjaja makanan.. teriakan pedagang rokok.. gesekan biola dan petikan gitar musisi jalanan… semuanya padu dalam harmonisasi alam yang beringsut malam.. langkah kaki yang kupercapat karena waktu berbuka yang sudah tiba tidak bisa kuperintah.. aku terhenyak di senja yang menuai duka.. nanar melihat pertunjukkan didepan mata.. SEORANG AYAH MENYUAPI ANAKNYA..
Yah simponi ini yang begitu menguras perasaan.. kesedihan..kerinduan… rekaman adegan yang menghantarku pulang.. kembali dalam suasana rumah.. 6 tahun yang lalu.. ketika itu ayah masih ada… masih terlalu pasti senyum dan tawanya.. tak terkikis sedikitpun.. tersimpan rapi di memori dalam dan luar tubuh ku.. mengelus kepalaku ketika aku sakit karena seharian mandi hujan.. mendekapku erat ketika aku kedinginan.. menghantarku ke tempat yang selalu kuinginkan… tidak ada penolakan.. begitu ketulusannya menjadikan sebentuk rasa aman..
Selang waktu yang panjang.. dalam rentang jalan yang curam… aku terseok-seok melangkah sendiri..menuruni bukit-bukit tinggi yang telah menjadi takdir… pendakian nasib yang begitu menempah kesiapan untuk melakoni setiap adegan kehidupan.. kesimpulan-kesimpulan yang kumaknai satu persatu menghantarku pada masa kini yang masih runyam… sampai kapanpun logika ku mengingatkan.. AYAH TAK AKAN PERNAH DATANG…
Tik..tik..tikk..tik.. berpadu detik waktu dan rintik hujan.. malam ini aku begitu tersudut.. bayangan dan kerinduan sosok yang hilang kembali datang, seperti menghantui..
Disecarik kertas surat ayah yang terakhir kepadaku… tertulis petuah cinta dan logika hidup.. sedih..luka.. memuat kata kunci ketegara…

Petikan surat Ayah:
Natal 2 februari 2002
Kepada ananda
Bambang Saswanda
Di
SMUN 3 PLUS SIPIROK

Nak.. maknailah hidup dengan cara yang kauyakini… pengalaman selalu memberi pelajaran, disetiap kegagalan terdapat peta kesuksesan.. dari setiap kejadian tersimpan hikmak yang bisa kau jadikan ajaran.. dewasa dalam berfikir dan jangan biasakan mengeluh.. keluarlah dari setiap masalah-masalah yang ada.. tapi jangan lari.. hadapi dengan upaya yang bisa dilakukan dengan sungguh-sungguh.. niscaya pasti ada jalan keluar.. selektiflah nak dalam memilih jalan hidup.. yakini sepenuh hati.. jangan lupa tuhan selalu mendengar jika kita taat menyampaikan perasaan kita… maafkan ayah belum bisa mengirim uang sekolah.. sawah kita belum panen nak.. rajin sekolah dan beribadah..

Salam ayah
Mirwansyah

Kembali yah.. masa lalu itu menenggelamkan rasa kekinianku.. mengulur waktu pada satu masa yang indah dulunya.. inilah zona pembatas antara iya dan tidak.. rela atau tidak rela.. namun terlanjur sumbu ini sudah aku sulut.. tinggal menunggu waktu… kapan lagi ini akan datang menggulungku.. tidak akan pernah bisa aku padamkan.. ayah.. sekarang ramadhan ke 6 tanpamu…. Biasa nya ayah duduk di kursi disamping emak.. meja makan kita masih yang lama… menunya agak sedikit berubah… lebih sederhana mungkin… bahasa yang aku gunakan untuk kata tidak cukup.. ayah jangan marah… aku belum bisa berbuat banyak.. emak dirumah pasti rindu sekali dengan ayah.. biarlah emak diam2 memimpikan ayah.. mak begitu setia yah… menjaga rumah kecil kita..
Nisa sudah nikah.. insyaallah suaminya bisa menjadi pemimimpin keluarga.. cucu pertama juga sudah lahir.. namanya abil.. menjadi kebahagian baru setelah ayah pergi..
Widya sudah SMA kelas tiga.. dia pintar yah.. hitungan yang ayah ajarkan dulu masih sering diulangnya.. sekarang dia tumbuh menjadi gadis masnis… setiap aku melihat wajah widya aku pasti ingat ayah.. wajahnya mirip sekali dengan mu yah..
Wanda tidak senakal dulu lagi.. seperti waktu ayah baru meninggalkan semuanya.. dulu wanda begitu nakal yah.. mungkin bentuk kekesalan jiwa anak-anaknya yang merindukan ayah…
yudhit sudah sekarang SMP… masa lalu.. yudith yang tidak begitu mengenal rupa dan wajah ayah.. aku yakin dia sangat rindu memangil sapaan ayah.. terkadang aku hanya bisa diam.. ketika dia asyik bermain dengan teman seusianya… saat pulang sekolah.. dia biasa pulang sendiri.. sedangkan teman yang lain dijemput ayah-ayah mereka.. semoga dek.. kamu bisa menjadi anak yang berbakti… sampai hari ini aku begitu bangga denganmu.. kemandirian ayah ada padamu…

catatatan kecil ini kupersembahkan buat ayah.. insyaallah lebaran nanti aku pulang kerumah.. kami akan ziarah kemakam ayah.. semoga rindu ini menjadi kekuatan.. yang terakhir…
izinkan aku memanggil dengan sapaan ayah
sebab aku begitu rindu
AYAH
AYAHH
AYAHHH
AYHHHHH
AYAHHHHH
AYHHHHHHH
AYAHHHHHHH
AYAHHHHHHHH
AYAHHHHHHHHH
AYAAHHHHHHHHHH
AYAAHHHHHHHHHHHH
AYAAHHHHHHHHHHHHHHH
AYAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH
AYAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH………………………..
……………………………………….............................................................................
…………………………………………..................................................................................
………………………………………………......................................................................................
AKU SANGAT RINDU
IZINKAN AKU MENGEJA NAMAMU

9.05.2008

Mak... Kutuk Aku Jadi Orang Kaya


Mak... kutuk saja aku
Sebelum uang sekolah melumat anganku
Sebelum guru menghukumku
Karena tak mampu beli buku
Mak cepat kutuk aku
Masa depan terlalu buram untukku
Seperti memacu dalam mimpi
Saat terbangun kuda hilang aku tak sampai
Aku anak nelayan Hidup dari lautan
Mengais nyata ditanah mimpi
Tak mampu itu tak mampu ini,
Aku anak nelayan Sedikit harapan
Aku anak nelayan Banyak ketakutan
Mak kutuk saja aku
Biar cepat biar mudah
Bebas biaya uang sekolah
Doa Emak diatas perahu : “Ya Tuhan, anakku yang tidak durhaka,anakku yang miskin ingin sekolah. Dengan ini kukutuk menjadi orang kaya, biar tak susah beli buku, tak susah ini itu”. Amin jangan lupa Tuhan ampuni dosaku yang tega mengutuk anakku”.

9.02.2008

Salam dari Kubur

Api kurendam ditanah basah
lalu ada nisan patah
aku masuk tersudut diliang kubur
bersemedi hening takjub
ada cemeti membara
sang penggenggam yang angkuh
bersedih melihat kekakuanku
tak ada yang mampu ku tasbihkan
aku gugup tuhan
hanya itu
aku mengingat tuhan
hanya untuk itu
Sang Pengadil menggumam
anak manusia yang durhaka
terlalu melelahkan untuk dosa yang berkeping2 dan membatu
Melukiskan suasana untuk kuceritakan pada sahabat lama
anggap saja mencekam seperti palestina
bukan...
tapi sangat lebih dari itu
kesakitan yang paling sakit
dalam kebingungan yang paling membingungkan
ajal......
yang selama ini hanya seperti iklan
datang dan pergi
tak pernah menggetarkan hidup yang rapuh akan pahala
ternyata telah singgah di halamanku
gundukan tanah ini
kain putih yang menyesakkan
keranda yang menggigit
kami berkenalan
sementara diluar sana banyak isak yang mencemoohku
pengadilan ku tiba
aku tersudut
aku terapung
aku membara
dosa menemaniku
amal tersingkir dalam kelompok yang termaginalkan
peluh membisikku
berteriakpun kawan takkan iba Tuhan melihatmu
dunia yang terisi dengan kesia-kesiaan
tak pernah seimbang hidupmu sobat
ungkap jiwa ku dengan kasar
kulihat mataku
menghina sinis
kudengar telingaku
ada penyesalan
kujamah tanganku
dia pergi
apalagi hatiku
telah memutus hubungan dengan segalanya tentang aku
sedihku semakin sedih
takutku semakin takut
sadarku datang
bermimpi saja aku sudah mati