10.28.2008

Jalan Perenungan

Renungkanlah
ada kah kau sedih melihat kesedihan?
ada kah kau bahagia melihat kebahagian?
ada kah kau ingat Tuhan mu?
ada kah kau merasakan?
mengapa Pencipta di pertanyakan setelah kesedihan dan kebahagiaan?
sebab kesedihan dan kebahagianlah yang selalu jadi ingatan
hingga cintaNya sering kau akhirkan

aku adalah dan sebagainya dan seterusnya dan lain-lain

dan sebagainya
adalah aku
juga dan seterusnya
adalah aku
apakah dan lain-lain
masih juga aku

mungkin aku adalah dan sebagainya
atau aku adalah dan seterusnya
bisa juga aku adalah dan lain-lain
aku siapa?
dan seterusnya dan sebagainya dan lain-lain
sebuah defenisi logis kah?
jangan jawab
sebab ini adalah soal ku
siapa aku adalah hak ku menjawabnya

Tuhan Tidak Tidur

dini hari
menelusup resah terjaga
sejurus mata menumbuk pancang waktu
pada mobil kaleng melaju kencang
menggantung setengah bangun
diatas keranjang sayur
ibu tua yang geli menahan dingin
tersendat nafasku
bersama embun
akal menyabarkan perasaan
dengarkan ini anak muda
Tuhan itu berbuat adil dua puluh empat jam
hingga sepagi ini rezeki pun masih ditabur

Antara Syair dan Penyair

pada sebuah pelita tidak bersumbu
aku menaruh harap pada malam menelikung gelap
mengikis apa saja
termasuklah cinta didalamnya

salah siapa camar menari di perbukitan
tak ingin menegur debur ombak
lebih manantang di pokok-pokok menjulang
pulang lah penyair berkelam-kelam

syair pun curiga
mengapa betah berlama-lama
sedangkan hidup tak ini saja
oh.. telah tergadai masa dalam semunya

10.27.2008

DEANI

kutemukan kau titik cahaya
dalam maret berkabut
di sudut ruang yang padam
membawa nyanyian bulan

Bohong Itu...!!!

Usang
tak ada nuansa apapun mengelayut dalam dinggin
diwarung diskusi
ada sepotong sajak sedang bermain
memintal helai demi helai ocehan iblis
tidak bertenaga
raungan nada-nada penghibur seperti peminta-minta
begitu komunis bagian waktu yang disinggahi
seolah-olah kesedihan milik bersama
tapi pada nyata
seorang tua ditikam hujan tanpa apa-apa
ada politikus
ada mahasiswa
menhisap
menikmati malam dengan pongah

10.25.2008

Swasembada Dosa

Ada perhelatan
hari ini dosa berpesta pora
mereka ramai sekali
ada yang senyum-senyum puas
ada yang tidur pulas setelah semalaman beranak pinak

tadi pagi negeri kami swasembada dosa
mungkin hampir musim kiamat
mayat bayi masuk tong sampah
salah apa mereka?
tidak tau apa-apa
kok tega-teganya manusia
anjing lah

siang ini panen dosa melimpah ruah
seperti pajak daging saja
kepala orang di tanam di ladang
kakinya hanyut di kali
badan di hempas angin di bawah jembatan
gak ada lagi kemanusiaan di sini
babi lah

10.24.2008

Puisi untuk Provokator

puntung rokok di jerami
menyulut amarah
ada kedengkian yang menggetar
tinggal menunggu ketukan

ini putih
ini hitam
di tengah ada setan
membingungkan

perang yang kau inginkan?
kan sudah.!
perpecahan?
apa lagi

yah sudah, tolonglah
tinggalkan luka ini untuk sejenak berbenah
jangan rendam lagi wajah kotormu disini
binatang saja, ingin tempatnya damai

Persepsi

jangan di paksa
turuni saja satu-satu anak tangganya
aku tak ingin kau disembelih pagi
bukan kah malam ini kita masih ingin melihat bintang bersama?

mengapa lagi kau ini
tidak kah jalan itu buntu
sudahlah jinjing sepatumu
mari kita lari

sobat yang dirundung basah
rehatlah sejenak
kau tempuh pun belum tentu sampai
atau kau mau di gigit anjing di seberang jalan

cuci dulu kaki
besok matahari masih tiba
tuturkan pikir dalam bahasa yang seirama
setelah itu kita eja hari dengan hentak langkah yang sama

10.23.2008

Perempuan dan Ajal

antara dua belah paha
sembilu menyibak
teriak cinta membahana
tentang segumpal darah hidup di rahim

mungkinkah sempat air mata membasah
di kening yang masih merah
geraham mengguncang saling mengapit
nyawa sesak menuju surga

lengkingan terakhir
aroma kematian membelah semesta
kesakitan terbawa
ketuban berontak membuncah di akhir

hanya sunyi dan gelengan kepala
dua sudah terbawa
betapa di tengah, antara kematian dan hidup
terimalah kabar duka

wanita bercahaya di pembaringan
bersama ajal
tiba lah takdir
ibu dan anak bersua di surga

Entah Apa Namanya

jangan cinta yang kau buat menjawab
terlalu kumuh kau menelantar di belantara
entah anjing apa yang sudah menjilati nafasmu
bahkan lenguhmu pun sudah berbau

bangkai yang hendak kau pertaruhkan dengan ku
cukup kau suguhi aku dengan dalil-dalil laknat
setelah itu kau cari kubur mu sendiri
lalu papah kerandamu dengan burukmu

apa yang ingin kau bawa untukku
sepasang payudara yang tergadai
atau anting yang tertindih ribuan nama
cari jalanmu
mungkin aku tak pantas jadi imam mu

Sebab Tuhan yang Mencipta

Pelacur-pelacur
berzinalah
jika tak menganggap dosa
sebab Tuhan yang mencipta

10.21.2008

Matilah Cinta yang Berat Sebelah

Beringsut Melati di akar mati
membawa terbang bergumpal asa
dan di tiangmu pun ku tancap galau
mengalah ia pada nestapa membekas rela

melati sesak padam juga
asa bersatu hujan
digumul gertak petir
layar tercabik di kuak camar
teruslah berirama isak dewa di bawah tanah

kan kau sangka akulah sebab?
tidak mungkin aku menggantung kaki
ajaib, kau tega menindih luka
pergilah, bungkusanmu tlah ku panah di depan jendela

sudah kubawa ke awan
janji yang ku pancang siang malam
salah mu juga betah menghitung diri
tiada mengulur tangan
sudah aku sengsara
memikul cinta berat sebelah

Terima Kasih Kawan

menjadi sebuah spirit..
hanya ketulusan yang menjembatani kita
semoga tuhan memberi masa
untuk terus berkarya..

http://kajapa.blogspot.com/2008/10/award-lagi.html

http://multama.blogspot.com/2008/10/award-dari-seorang-sahabat.html

Di seberang Sunyi menerjemah rindu

berlari sejauh mungkin
di tengah perapian basah
dalam relung jiwa
betah berlama-lama
dengan cara apa aku mendefini rasanya

kau ikat erat
seluruh pori-poriku
galau antah berantah
berkecamuk apa saja
duh.. mati-matian aku di dekapnya

ku hitung jumlah mu
namun gelap
ku tanam kau di ubun-ubun
namun akarnya aku tak tau

tinggalkan aku
tolonglah
sampai esok pagi saja
saat ku terjaga kan ku kejar kau di ujung mana

10.20.2008

Titip salam Untuk Calon Mertua

mengapa?
begitu tergesa-gesa
bukankah cinta butuh biaya?
aduh cinta
realistiskanlah hatimu
logikakan perasaan mu
paling tidak untuk sementara
kita hanya punya kekuatan
tapi belum bertunas
yah sudah
titip salam saja dengan calon mertua
katakan
calon menantu masih mencari mahar..

10.18.2008

kucintai kau dari bulu kaki

aku gamang mencintaimu sinta
sekalipun tadi pagi kau suguhkan aku secangkir kopi dan sekeping roti
sebab aku tak terbiasa sarapan pagi

tingkah dan langkahmu seirama
mana mungkin aku bisa menjelma disana

awalnya dari bulu kaki
aku bertaruh diri
rok mini sejengkal
mengundangku bertandang di pahamu

akhirnya kau gila
terpesona di legam kulitku
jadilah kita berucap cinta
sekalipun seperti sepatu di kanan sendal dikiri

aku gamang sinta
jika begini-begini saja


mimpi kok bercanda
harapnya ada-ada saja
aku bangun langsung cuci muka

Pertaubatan

aku terhenti di separuh malam
menembus muara angan-angan
bercampur aduk
bak rasa yang tak terjamah

akhirnya muncrat seepisode pementasan
lakon laki-laki dengan sorban melingkar
bersama kelam ia begitu manja
bermain dengan kata
begitu mesra

serak tapi menggemuruh
seperti melintasi seluruh apa yang di jagad bumi
tarikan nafasnya saja seperti irama paling indah yang pernah Tuhan ciptakan

kalimat Allahu akbar ia kumandangkan
sujud dirakaat pertama bersenandung dengan kepasrahan teramat dalam
masya Allah
aku merasakan ia seperti bertemu dengan Tuhannya
tiada bergeming
hanya desis-desis yang tentu untaian doa pertaubatan
lalu air mata derai di sajadah

peringatan telah "Ia" turunkan dihadapku
mungkin sebegitu ingkarnya hingga nyata didepanku "Ia" menemui ummatNya
mempertontonkan romantisme ciptaan dan pencipta
sungguh... adegan percintaan yang begitu tulus

perlahan kutanggalkan setan yang menjubahiku
ada tarik menarik yang begitu nyata
aku terkapar ditengah
ternyata bangkitku menuju jalanNya

wudhu menegurku
takbir menegurku
Al-Faatihah menegurku
Ruku' menegurku
I'tidal menegurku
Sujud menegurku
sampai doa pun menegurku

astaqfirullah
sudah begitu jauhkah?
sampai aku harus bersusah payah ikhlas memujiMu

10.16.2008

Amukan Tiada Bermata

Ceritanya, tersuruk sebuah catatan lama di sangkutan baju
Menggelantung bercumbu dengan udara
Lepaslah desah desah keriput
Tapi nyata menjelma bak kunang-kunang

Mulanya disiangi cinta dengan bulu-bulunya
Diperapian dikobarkan apa saja
Hingga lepas semua dan tanggal perekatnya
Namun ia menghantuinya dengan sebangsa ajian tanpa penawar

Luka menerawang menjelama dalam kutukan-kutukan
Penyeselan bertasbih gencar
Apa saja bergemuruh seperti suara maha memekikkan
Mengalirlah darah dari duapasang telinga dan mata

Cinta ditanggalkan
Dilumat bersama amukan amarah yang berputar kesetanan
Cemburu membabi buta melesat jauh dan laju
Menamparkan diri dalam wajah apa saja yang menampungnya

Berteriaklah apa saja yang menghadang
Demi cinta aku memulainya
Demi cinta Aku menyudahinya
Biarlah tidak bersisa
Sampai tidak berbekas

10.12.2008

Diantara Rimbun Ilalang


begitu teduh
saat ku tinggalkan engkau di depan pintu rumah yang telah lapuk
garis melengkung di wajahmu
yang ku terjemahkan sebagai doa dan kerinduan

sampai aku kembali
ibu selalu bersenandung untuk buah cinta
terus dan teruslah nak
demikian harap-harap cemas ibu bergumam

ibu
aku bersumpah dalam seluruh daya dan upaya
disepanjang usia yang masih melekat
aku akan meneguhkan sepenuhnya langkah mu
sampai aku harus terhenti mati

silahkan..
siapa saja yang mendengar
mungkin ini kalian terjemahkan menjadi kesombongon

tapi adakah yang tahu
derita ibuku
selain aku
melihat ibu tertidur duduk di depan mesin jahit tua
sementara malam terus melangkah

sepenggal yang membekas
untuk seumur hidup
"ibu bangun.. sudah pukul tiga dinihari
mari bu.!tidur kekamar"
aku kalah dengan air mata
sambil memapah ibuku yang begitu letih