8.28.2009

Pituah lelaki rambut wangi pada malam puisi

sejak sajakmu terjejak dalam barisan serdadu perang desember
kita berhujan-hujan kata, menuruti kayuh sepeda ontel lelaki tua berambut wangi
yang sekali tempiasnya kita terjemahkan bersama
diatas teras rumah orang seberang yang asing

menghambalah kita pada kertas-kertas yang telah dilumuri ludah kopi kita
asap-asap rokok yang genit mengepul pun tak tinggal diam
menerka senyum pelepah kelapa, mencerna seringai hampar pantai tengah malam
yang pasirnya putih, seputih warna malam yang sedang kita gubah menjadi hitam

aku sedang menuju langit-langit kataku tanpa ingin mengangkat setapakpun pijak kakiku, katamu dengan desah nafas yang tertukar dengan angin terkirim lautan,
sesekali kalian selipkanlah puisi diantara penat yang hanya akan mengukur umur
: hingar bingar dunia ini kawanku, tak lebih dari protes anjing yang bersuara parau, mengonggong untuk perutnya yang tak terisi, setelah para penguasa mengajari kita lupa menanak nasi dengan permainan harga

aku sedang menuju bumi jiwaku tanpa ingin kepalaku tersuruk busuk didalam tanah yang ada darah penganiayaan akan nasib dan takdir
sesekali kau taburilah dengan puisi, agar perang ini sedikit bernyanyi
: tak seperti cemooh dan tingkah mereka yang berpura-pura, kepada segerombolan orang yang tak mengerti apa itu hukum dan hukuman, mereka hanya bercanda, diantara permaianan azal dan kematian

batukmu semakin parah
sembari merapikan pecimu yang hitamnya mulai berubah
ah sudahlah katamu terhentak
: rapikan buku kalian, penuhi bumi ini dengan puisi, sebagai penyeimbang kebohongan. bukankah kita ingin mati dalam keadaan tidak mengeluh?

6 komentar:

genthokelir mengatakan...

penuhi dan warnai dunia ini dengan bait puisi

Malaikat Kecil mengatakan...

teruslah berpuisi

Indah Hairani mengatakan...

Salam...
Sukar ya utk memahaminya...

Mena Larasati mengatakan...

allow sobat....apa kabar??? aku sms tak ada balasan neh, moga kau sehat selalu dalam lindunganNYA disana. Amin.

Lama tak sua yah.....

Erwin Sapta mengatakan...

Mampir sekalian silaturrahmi nih..

Erik mengatakan...

Bukankah kita ingin mati dalam keadaan tak mengeluh?