11.24.2011

Wanita Cantik dan Letterater

(catatan pribadi Mengikuti ajang Final Ide kreatif telkomselbootcamp FX Plaza Sudirman Jakarta)
"apa itu www.letterater.com?" tanya seorang wanita cantik pengusaha sukses peserta di ajang telkomselbootcamp beberapa waktu lalu, lama saya berpikir untuk menjawab, karena ada rasa minder berbicara dengan wanita ini
terlebih-lebih saat si wanita ini memperkenalkan diri di sesi perkenalan acara tersebut. dia adalah salah satu eksekutif muda sukses dengan ratusan klien dan omset ratusan juta rupiah setiap bulannya. benar-benar tampilan profesional muda.
berbanding terbalik dengan tampilan saya yang sungguh mudah ditebak, selain hanya bermodal ide dan semangat, saya juga tidak mengenakan jas dan dasi seperti peserta lainnya. duduk diantara ratusan peserta yang terlihat seperti kumpulan pengusaha-pengusaha di ajang anugerah orang terkaya sejagat raya.
setelah beberapa menit saya diam, si wanita tadi kembali melemparkan pertanyaan dengan kening berkerut keheranan, "apa itu www.letterater.com ?"
karena merasa terus didesak, saya mengumpulkan kembali sisa keberanian yang semula berserakan di lantai tempat kami berdiri. sebagai satu-satunya peserta yang berada di luar pulau jawa, saya hanya berpikir sederhana saja, di balik kepala saya ini ada ide yang tak terhingga harganya, itu yang mengantar saya ketempat ini. saya mulai mengangkat kepala yang semula tertunduk, menatap matanya, kemudian menjabat tangannya sambil sedikit senyum.
"www.letterater.com" itu adalah salon untuk pikiran, diciptakan di medan bersama teman saya Palit Hanafi Lubis" hanya itu yang bisa saya jawab. setelah menjawab saya mengeluarkan kartu nama yang sudah saya persiapkan sebelumnya, memberikan kartu tersebut dan meninggalkan wanita itu sendiri.
malam ini saya benar-benar terkejut. wanita cantik pengusaha muda itu mengirimkan pesan ke ponsel saya, - Hey teman jauh, apa kabar? saya tertarik untuk bekerjasama dengan letterater.com, ide kamu luar biasa, selain rasa indonesia yang kental, saya merasa jejaring sosial lokal harus menjadi prioritas di negeri ini. saya sudah login dan update tulisan saya, saya suka puisi. dan saya akan memulai dari letterater.com".
sampai saat ini saya belum membalas pesan si wanita tersebut, karena pikiran saya dipenuhi pertanyaan tentang keajaiban ide. mungkin saja wanita ini lelah dengan kebiasaan salon di tempat-tempat berkelas. selamat menikmati layanan salon pikiran www.letterater.com ibu pengusaha...!!
Medan. Sehari setelah pulang..!!

7.22.2011

Cerita www.letterater.com, Bagaimana ini dimulai

Diskusi itu kadang panjang sampai dinihari, semua dilalui dengan mencuri kesempatan, menertawakan kegagalan dan bermimpi suatu saat nanti bisa menelpon orang-orang yang kita cintai dari menara eiffel.

tetap kami harus katakan. bermimpi adalah pekerjaan gratis yang tidak menguras tenaga. dan darisana semuanya berawal.

aktifitas kami di kota ini sama seperti aktifitas mahasiswa kebanyakan. tidur larut malam dan kadang sampai pagi. kemudian siang harinya kami selalu kalah bangun dengan matahari.

Selayang 4a setiabudi medan

di rumah ini ide kami besarkan, mulai dari rencana gila untuk mengakuisisi google dan facebook sampai berencana beternak semut dan mengirimkannya ke berbagai kantor pemerintah.

rumah kontrakan kami memang tergolong unik, di kota medan yang serba padat ini kami tinggal di pinggiran sawah. suasana sunyi dan tetangga yang bersahabat. ini semua menjadi vitamin tersendiri untuk perkembangan ide yang biasa dimulai dengan celetukan dan canda yang kadang terkesan berlebihan.

www.letterater.com kemudian digagas dan dimulai. jreng..jreng..jreng

tarara..!!

mulailah kesibukan itu berlipat ganda, fokus dan kosentrasi dikuras habis. aktifitas semakin padat. ide yang semula terpacah menggumpal menjadi gumpalan padat yang disiap untuk digulirkan kapan saja.

konsep yang dibuat seolah-olah seperti merancang sebuah negara. detail visi yang dikembangkan secara terus menerus juga mulai menuntut keseimbangan. tiada hari tanpa layar komputer, surat menyurat, berkunjung ke kantor apa saja, bertemu siapa saja dan mencari kesempatan untuk menyampaikan visi ini sehingga orang sekitar kami mengerti kalau ide ini digarap bukan sekedar iseng dan mengisi waktu luang.

7.18.2011

Mahasiswa Medan Ciptakan Jejaring Sosial Imbangi Facebook

TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Sukses jejaring sosial, facebook dan twitter menjaring para user di seluruh dunia, ternyata mengilhami anak Medan untuk menciptakan sebuah program yang mirip seperti dua jejaring tersebut.
Bedanya, program yang diberi nama letterater, dominan ditujukan kepada para user yang hobi menulis sastra seperti puisi, cerpen, dan esai.

Seperti yang diutarakan Bambang Saswanda Harahap, yang mempunyai konsep bahwa dirinya melihat kelemahan facebook dan twitter semua orang boleh menulis tanpa ada batasan konten sama sekali.

Yang hasilnya, kualitas dari isi konten bisa dibilang tidak ada sama sekali dan lebih dominan hanya untuk prestise pengguna belaka.

"Sebenarnya yang memiliki konsep website jejaring sosial ini ada dua orang. Saya dan Palit Hanafi Lubis, yang saat ini masih berstatus mahasiswa S2 komputer Universitas Sumatera Utara (USU), Ujarnya.

"Kami juga mengajak tiga orang adik kelas kami untuk ikut merancang skema website ini antara lain Bambang Riyanto dan Rodiyah yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa sastra USU serta Joshua dari kampus IBBI Medan jurusan komputer."

"Jadi sebenarnya kami ada lima orang," ujar angkatan 2006 Fakultas Sastra USU jurusan Perpustakaan yang sampai sekarang belum menyelesaikan skripsinya, Rabu (13/7/2011).

Ditemui Tribun di satu kafe kawasan Jalan DR Mansyur Medan, ia mengatakan www.letterater.com, sebenarnya formatmanya sama seperti jejaring sosial lainnya.
Bedanya mereka mencoba mengarahkan untuk user lebih bijak menulis apa saja di dalam dinding websitenya.

Misalnya, terdapat tab (pilihan halaman website) yang mereka ciptakan bernama puisi, cerpen, resensi film, resensi buku dan esai.

Editor: Anwar Sadat Guna | Sumber: Tribun Medan

5.22.2011

Kurasakan hujan lalu kudengar gerimis

aku yang dikutuk rupamu, menjadi kolam yang tergenang, berkaca di hutanmu, bercermin di rimbamu, seketika kutemukan dua larik penantian, yang satu adalah kebesaran gelisah yang menimbun jalan pulangku, dan kemudian di puntung terakhir kecemasan, mengepul sekumpulan kangen yang kabut : Kurasakan Hujan Sedang menyakitimu.

dan aku tidak sedang menggelar malam pada pelataran tanggal, atas nama rindu yang sedang mencari rupanya : kudengar gerimis sedang membantaimu



Pesta

kangen yang menumpuk sudah mengepulkan asap
sementara di samping rumah ada pesta pernikahan
kulihat kedua mempelai bahagia
sangat bahagia..!!!

Sesepi-sepi



tiba-tiba aku ingat kau
dengan segenap rasa tak berdaya
#mungkin kau tahu, kau telah ajarkan aku rasanya sendiri
dengan begitu lengkap

tidak pada sebotol anggur



tidak juga pada foto dalam bingkai. pesan-pesan singkat dan percakapan cinta beberapa tahun lalu yang kadang masih mengulang bila dikenang, aku mabuk- mabuk yang berat dan panjang- setelah menulis sajak-sajak tentang kepergian, tentang rahim yang diceritakan pada tong sampah dan kolong jembatan, kadang di halaman rumah mewah yang didalamnya penuh pertengkaran. lalu esoknya aku dikenalkan bahwa mabuk dan sadar sama-sama diciptakan dalam kenyataan.

Mencari Kabar



sampai disini bicara, aku ingin kau membaca betapa udara adalah musuh paling tajam di ujung mukamu, dan angin bukanlah lukisan, yang semesta buat bergetar untuk mencatat, sudah berapa banyak kata-kata yang hanyut ke langit. menyampaikan bagaimana Tuhan hadir sebelum sejengkal langkah dan setarik nafas, pun sebelum kita sempat berbuat baik atau dosa.

musim telah memecah belah kita, dalam kemarau panjang dan hujan yang tak berkesudahan, sementara kita sendiri menyadari kebaikan mewujud pada tempat paling rendah dan paling tinggi. lihatlah mereka berdoa menatap ke langit setelah itu mereka bersujud sampai kening mereka serendah kaki.

demikianlah tercatat. tidak akan pernah ada ketakutan untuk berbuat baik, dan seharusnya kebenaran adalah buah dari segala peristiwa, akar dari segala rencana, dan bunga dari segala hikmah- hingga kehidupan pantas dijadikan taman untuk mengisi kelanjutan cerita kelak, -kematian-

Tidak sepanjang pesan singkat




biarlah rindu berkecimpung di alirnya waktu
mungkin akan ada catatan, jalan dan pohon aru
tentang gadis pantai yang mengikat rambutnya menjadi abu
ia membiarkan kita mengenang masa, saat ia meminta gerhana membuat wajahnya di laut.

entah berapa kata yang kutuliskan di halaman yang telah penuh daun kering
menunggu hujan aku padamu, menunggu pasir-pasir hanyut ke selokan
meminta radang kesepianku lebih tenggelam lebih dalam lagi
menemui ajalnya di balik batu kali yang mengigil

ikan-ikan menuju muara
ia begitu lelah, mengendap di balik sampah-sampah masa lalu yang masih bergairah
seperti kataku beberapa waktu lalu.
: kita isi hidup tidak dengan sekedar mengumbar kangen, tidak lantas membuat cinta seolah-olah sepanjang pesan singkat yang harus dibalas. cinta itu disitu, dimuara menuju samuderanya. bersatu bersama waktu. bersama ajal lautan dan gunung-gunung. bersatu bersama keadaan yang nyata, tidak butuh ilusi, untuk memastikan apakah di dompetku masih tersimpan fotomu.

#di wajah puisi




seperti peluk yang khusyu'
pagi tidak kembali
pada petikan yang serupa

saatnya tiba
puisi berjalan pada takdirnya
untuk ditulis kembali
untuk dibaca sepanjang hayatnya

tiba waktunya
energi kita pulang pada sarangnya
dan yang sisa
adalah kertas-kertas masalalu yang diisi kenangan melebihi ukuran tubuhnya.

pada tanah
diceritakan televisi yang penuh gambar
kematian tidak punya arus, tidak punya kabel,
lihat saja betapa mudahnya ia padam

5.21.2011

Senja di kota hujan




dan telah sampai aku pada setumpuk kesakitan,
antri dalam kota mimpi yang sedang dibuahi hujan,
jalan-jalan sepi, cemara dan taman kota bercinta sendiri-sendiri,
trotoar pecah dan lampu jalan memuncak ke langit, meninggalkan gelap menyepi di sudut hari, mungkin akan ada kejutan saat kau pulang
mendapatiku telah menyatu menjadi bau aspal

Kubaca kau sendiri


kubaca lagi tulisan yang lama merumputi setiap halaman masalalu.
pada satu tanggal yang kisah aku melihat kau hadir sebagai satu-satunya yang melengkapi,
sebagai satu-satunya tempat menyatu, bersekutu, berpadu, berdecak, bersiul, berdengung, bahkan menggetarkan seluruh kesepianku, tanpa sadar aku sedang mencari kesunyian yang kau bawa
- mencari dirimu dalam lembar-lembar yang semakin meninggalkanku.

kempus pagi ini

aku melihat taman dan jalan kampus ini sedang berkecimpung menjadi masa lalu,


bahkan ruang kelas dan segenap catatan membusuk di sela jari-jari
mereka berjalan, dengan segenap harapan yang menjadi-jadi
anjinglah..!!

Pagi, kopi dan asapnya yang mengepul


di dalam genangan kopi pagi ini
ada kangen terapung
dan di asapnya
mengepul wajahmu

2.21.2011

Musim

sakaw pada kemarau panjang telanjang.
candu pada hujan tanpa pakaian.
aku?
waras tak waras mewarnaimu.

Panggil Aku Timur

panggil aku timur
dari jarak yang kita rangkul di sepertiga tatapan malam yang kusam
aku tidak sedang berdalih apakah cinta harus punya sebab
yang aku tahu hujan mengajarkan
di genangan air bekas kakimu aku tak mungkin membasuh mukaku
karenamu. aku menjadi unggun kesadaran untuk habis
lenyap
lindap
dan
ah
o
.

Secangkir Teh

membaca hujan dan matahari yang merajuk
sepuluh tahun yang lalu saat cangkir teh yang kita sedu belum kusam
kau selalu katakan hidup dan bayang itu bertalian
disini. ditengah pelaminan anak-anak kita yang segera pergi
aku tahu : kau sedang menyeruput genangan sepi.
sendirian.

Aku Kunjungi Makammu

aku kunjungi makammu
aku dihasut kenangan
aku temui kenangan
aku timbul tenggelam
aku berlalu
beranjak dari namamu
aku pecah

kembali

barangkali sudah kodratnya, pertemuan tak sendiri
kenangan dan pergi. diam-diam membuntuti.
oh ayah..!!

Lemari Baju

aku kunjungi lagi halaman tanggal di atas lemari baju
tanggal dengan bulan yang berhenti
lemari lapuk tanpa pewangi
kutemukan gaun pengantin yang kacau
entah sudah berapa lama beralalu
dari kejadian
api yang tak sempat dijinakkan

Dik

sore itu tua yang menatih
menghantar penat ke puncak kepundan
menata hari kah kau disana
bersama ibu oh adikku.

aku disini sedang mengantar mimpi lapuk rumah
ke dalam beranda yang sudah kita sepakati dari awal
nyanyi burung dan kelakar angin di teras
kecapi air mata, atau sedu sedan yang menggigit
esok dan kelanjutan hari yang harus kita terka

Adalah Sepi

sepi itu serdadu
punya matapanah sendiri
dan begitupun
ah sudahlah..!!

Mabuk

mungkin aku terlalu blues.
berhadapan denganmu yang lebih country
: vodka dan wine akan satu meja, jika kau dan aku sama-sama mabuk.

Doa Tidur

karena tabir yang kau curi adalah mantra, penghilang dari segala sakit karena rindu terjepit. simsalabim. kupejam mataku berharap kau tak lagi iseng batuk dalam mimpiku. oh ya aku hampir saja lupa. tingkahmu begitu purba untuk kukenang, kau candi yang begitu rapi menyimpan kenangan, arca perasaaan yang rumit. awas kalau kau senyum lagi. karena kutahu dibalik pintu kau sedang tersipu mendengar aku membaca puisi

Kangen

aku cukup tua untuk kau sajikan kangen yang lama dan berat
aku tak kuat

Aku Ingin Berkaca

sekalimat sudah kulantaikan di tubuh malammu
kutahu kau anggur yang netek di guci mabukku.

kutimang lagi kau seperti parade perkusi dan tetabuh gamang yang malang
ingat kalendermu yang gundah,

bening kaca jendela telah menetaskan wajahmu yang hanyut
bergelayut pada rintik hujan

selamat datang kepada biji matamu
: aku ingin berkaca.

Semusim Detak

Sehabis Hujan Rumah Kita

Aku tidak memaksamu untuk menggematarkan bibir

sujud kepada angin yang tajam

yang harus kau tahu Kita adalah bagian yang terpasung

dari musim yang tak pernah kita pinta

lekaslah bangkit

banyak di jalanan cahaya matahari yang gratis

untuk kita tanak menunggu kiamat.



Semusim

Aku tak kenal musim semi

sebelum merasa bibirmu yang basah

kaulah yang ajarkan gerak kaku ini menjadi cerita

tentang cinta lembut penuh sambut

: kemudian ketika awan tak serupa warna, jarum meninggalkan pukul angka,

di atas pemakaman, kurayu engkau dengan doa.





Detak

Di dada siapa rindu itu menerjemah

pungutlah, aku ingin mendengar detaknya





(Medan, Oktober 2010/Bambang Saswanda Harahap